Subscribe Us

Header Ads

Habib Umar Al Muthohar

Habib Umar Al Muthohar

Ibrohim As telah dipilih Allah menjadi kekasih-Nya, ia bukan saja akan dimuliakan di dunia tetapi juga sekaligus Allah menegaskan “wa innahu fil akhiroti laminassolihin.” Kemuliaan dunia dan akherat adalah capaian yang ingin digapai oleh setiap insan beriman, karena hanya mulia di dunia tak kan bermakna, terlebih lagi jika kemuliaan itu tidak menghampirinya di dunia maupun di akherat. Ada yang hanya dimuliakan di dunia saja tetapi tidak di akherat, lihat misalnya Mister Bush, Presiden negeri adi daya dan karenanya juga super “adigang adigung adiguno”, tamu negeri ini, beberapa waktu lalu, disambut dengan penghormatan penuh yang menghabiskan dana dan tenaga. Ia tampak begitu mulianya, sampai-sampai sang pengawal akan menepiskan siapapun yang mencoba mendekat bahkan lalat sekalipun akan ditembak bila berada di dekat Bush. 

Namun tak ada yang berani bilang bahwa Bush dengan segala “keangkara murkaan”nya, membunuhi anak manusia demi ambisi politiknya dan dengan tangannya yang “berlumur darah”, akan juga mendapatkan kemuliaan itu kelak di akherat. Ibrohim As adalah simbol kesalehan seorang hamba, yang meng”ia”kan apapun perintah Allah dengan keyakinan yang teguh. Ia disamping beriman baja, juga adalah manusia yang santun dan teguh memegang janji, disamping sifat lain yang ditegaskan Gusti Allah dalam Al-Quran “Halimun Awwabun Munib”. Ibrohim As punya kecantikan diberbagai dimensi, cantik dan teguh imannya, cantik dan santun akhlaqnya, serta cantik pula hatinya, ia begitu peduli pada penderitaan orang lain. 

Al-Quran mengisahkan bagaimana ketika ia mengetahui amal kaum Luth dan ancaman yang diberikan Allah atas mereka, Ibrohim As memikirkannya dan mencoba mencari jalan keluarnya dengan bermujadalah (dengan para malaikat), ia juga begitu “iba” melihat tingkah manusia yang membuat kerusakan baik bagi dirinya maupun bagi yang lain, ia mempunyai kesalehan individual dan sekaligus kesalehan sosial. Sifat mulia Ibrohim As ini agaknya juga perlu dimiliki oleh para Haji, orang yang oleh Gusti Allah diperkenankan menapak tilasi perjalanan Ibrohim dan keluarganya di Mekkah dan sekitarnya. 

Demikian pula para pemimpin negeri ini dari tingkat pusat hingga daerah, pemimpin formal dan yang informal, ”mbok yao” punya iba dan peduli terhadap penderitaan rakyatnya dan dekat serta mesra dengan rakyat bukan hanya menjelang pilihan tapi jika setelah terpilih. Jauhnya sang pemimpin dari rakyat setelah terpilih, adalah hal yang sangat mungkin terjadi, satu dan lain hal karena tata hubungan antara “kandidat” dan pemilih (rakyat). Demikian juga dengan parpol yang menjadi “kendaraan politik”nya bukan dibangun atas dasar program “mensejahterakan rakyat” melainkan dibangun di atas “setoran” duit tertentu, konsekwensi logis dari model tatanan yang demikian ini adalah, segera setelah memenangi “pilihan” ia akan disibukkan dengan program mencari “pulihan”, tanpa peninjauan kembali sistim pilihan itu, mustahil korupsi bisa dihilangkan. Sistim ini amat mungkin melahirkan orang-orang yang “tidak soleh” baik secara individual maunpun sosial. 

Diabadikannya kisah Ibrohim As yang saleh dan istrinya (Hajar) yang salehah serta anak keturunannya yang saleh (Ismail) barangkali adalah anjuran kuat agar kita semua membangun paradigma, bahwa kemulyaan terdapat dalam kesalehan individual dan sosial sekaligus, bukan ada dalam “rajut kekuasaan” atau “tumpukan kekayaan”, oleh karenanya marilah siapapun yang di dadanya masih ada iman meski sekelumit, ayo berlomba-lomba membangun kesalehan individual dan sekaligus sosial, disitu ada kemulyaan yang dijanjikan Allah di dunia ini dan di akherat kelak. Bijak dan arif sekali “orang-orang dahulu” yang mengajarkan dan menganjurkan bulan haji sebagai bulan baik untuk pernikahan, sehingga gaungnya kita rasakan hingga sekarang, kalau sudah bulan haji tak ada hari lowong tuk kondangan. 

Disitu hampir bisa dipastikan, terkandung satu ajakan, anjuran dan sekaligus doa serta harapan, agar keluarga baru yang terbentuk melalui pernikahan itu, mendapatkan berkah dari Gusti Allah, dan menjadi sebagaimana keluarga Ibrohim yang saleh, sehinga menjadi apapun, pejabat atau rakyat, ulama atau ummat, kaya atau miskin, ia akan mengedepankan kesalehannya, dan dengan sekuat tenaga dan daya akan berusaha menjadi “orang saleh”, karena disitu ada kemulyaan di dunia ini dan di akherat kelak. (KH.Habib Umar Al Muthohar,SH, Semarang )

Posting Komentar

0 Komentar